بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Hukum Membuang dan Membunuh Kucing
Pada zaman Nabi pun, kucing termasuk binatang yang mudah dijumpai
Salah satu sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadiths adalah Abu Huraiarah. Ia menceritakan
hadits Nabi sebanyak 5.374 riyawat,. Hurairah merupakan bentuk kecil (tashghir) dalam merupakan bentuk kecil (tashghir) dalam gramatik Arab dari kata hirrun yang mempunyai arti kecil.
Semula, pemilik nama Abu Hurairah dalah Abdusy Syams.
Setelah ia mengenal Rasulullah ﷺ namanya di ganti oleh Nabi menjadi Abdurrahman.
Di kemudian hari, Rasulu melihat Abdulrrahman sedang merawat dan bermain-main bersama kucing yang pernah ia pungut.
Selanjutnya, Nabi memberinya julukan "Abu Hurairah.
kucing kecil yang pernah ia pungut. Selanjutnya, Nabi memberinya julukan "Abu Hurairah” yang berarti “ayah kucing kecil”. Kala itu kucing bertebaran di mana-mana, termasuk di rumah-rumah, sampai Rasulullah pun bersabda bahwa kucing bukan hewan yang najis (dalam arti ketika menyentuh apa pun). Beliau bersabda:
إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ، إِنَّمَا هِيَ مِنَ الطَّوَّافِينَ
عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَاتِ
Artinya:
Kucing itu tidak hewan najis. Dia sebagai hewan yang sering berputar-putar pada kalian”(HR. At-Tirmidzi).
Menurut Imam Ibnu Hajar al-Haitami, memuliakan kucing hukumnya sunnah. Jika ada seseorang memiliki kucing, maka harus memberikan makan kepadanya jika kucing tersebut tidak bisa mencari makan sendiri.
وَيُسْتَحَبُّ إكْرَامُهُ وَيَجِبُ عَلَى مَالِكِهِ إطْعَامُهُ إنْ لَمْ
يَسْتَغْنِ بِخَشَاشِ الْأَرْضِ
Artinya:
“Disunnahkan memuliakan kucing. Bagi pemilik kucing, wajib memberikan makan kepadanya jika kucing tersebut tidak bisa mencari makan sendiri”
(Ibnu Hajar al-Haitami, Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, [Al-Maktabah
al-Islamiyah], juz 4, hlm. 240) Rasulullah pernah berkisah tentang seseorang yang memelihara kucing tapi tidak memberinya makan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar:
عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ حَبَسَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ جُوعًا، فَدَخَلَتْ
فِيهَا النَّارَ، قَالَ: فَقَالَ: وَاللَّهُ أَعْلَمُ: لاَ
أَنْتِ أَطْعَمْتِهَا
وَلاَ سَقَيْتِهَا حِينَ حَبَسْتِيهَا، وَلاَ أَنْتِ أَرْسَلْتِهَا، فَأَكَلَتْ
مِنْ خَشَاشِ الأَرْضِ
Artinya:
Ada seorang wanita disiksa karena masalah kucing yang ia
kurung sampai mati kelaparan, sehingga menjadikan wanita tersebut masuk neraka.
Kepada wanita itu, dikatakan ‘Kamu tidak memberinya makan, kamu juga tidak
memberinya minum saat kau kurung dia, tidak pula kamu lepaskan sehingga dia bisa
makan serangga’,” (Muttafaq alaih).
Lalu bagaimana jika ada kucing liar atau bahkan kucing rumahan namun tidak bisa bersahabat
Namun menurut Al-Qadli Husain menyatakan, jika kucingnya sudah 'brutal' boleh dibunuh.
Dalam hal ini, kucing disamakan dengan hewan-hewan fasiq yang
berjumlah
ada lima hewan. Mereka bebas dibunuh, yakni anjing yang galak, tikus, kalajengking, burung gagak, dan ular.
Apabila mengikuti aturan pendapat yang kuat, cara menangkal
kucing yang sudah meresahkan adalah disikapi secara bijak dan bertahap. Hal ini
disamakan dengan perampas harta. Mereka boleh dilawan tapi harus sesuai
kadarnya. Jadi, apabila diaplikasikan kepada kucing, kucing bisa selalu diusir
dari rumah, apabila memang kucing tersebut pendatang atau peliharaan orang lain.
Jika masih membandel, bisa membicarakannya dengan baik-baik kepada tetangga yang
mempunyai kucing tersebut untuk mengurungnya di dalam rumah supaya tidak mencuri
ikan tetangga sebelah. Seumpama upaya-upaya halus dilakukan sudah tidak manjur,
kucing boleh dipindahkan tempat atau dibuang.
Cara pembuangannya juga harus mempertimbangkan aspek keselamatan jiwa mereka.
Misalnya, tidak membuang kucing di tengah hamparan sawah yang tidak banyak tikusnya, namun dibuang di sekitar pasar yang terdapat penjual ikannya, dekat warung makan, dan lain sebagainya. Pembuang perlu memperkirakan keberlangsungan hidup kucing pasca dibuang supaya ia tidak mati kelaparan.
Manurut pendapat yang kuat, potensi kemungkinan kucing dibunuh itu hanya satu, jika ia tertangkap sedang mencuri sesuatu yang penting, kemudian lari. Larinya susah dikejar.
Cara paling memungkinkan menangkapnya hanya dengan dilempar dengan satu benda.
Apabila pelemparan ini terpaksa mengakibatkan kematian, baru tidak menjadi masalah.
Artinya membunuh di sini menjadi solusi paling akhir. Itu pun
jika kucing tidak sedang hamil.
Jika kucingnya dalam keadaan bunting, tidak ada jalan sama sekali untuk membunuhnya.
Karena kandungannya dimuliakan. Sebab yang melakukan tindakan kriminal itu induknya.
Hewan yang masih dalam kandungan tidak ikut-ikut, semestinya ia tidak boleh terkena dampak atas perilaku induknya.
(وَسُئِلَ) رَحِمَهُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى بِمَا صُورَتُهُ
ذَكَرَ ابْنُ الْعِمَادِ مَسَائِلَ تَتَعَلَّقُ بِالْهِرِّ فَمَا حَاصِلُهَا؟
(فَأَجَابَ) نَفَعَنَا اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِعُلُومِهِ
وَبَرَكَتِهِ بِقَوْلِهِ الْحَاصِلُ فِي ذَلِكَ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ قَتْلُ الْهِرِّ
وَإِنْ أَفْسَدَ عَلَى الْمَنْقُولِ الْمُعْتَمَدِ بَلْ يَجِبُ عَلَى دَافِعِهِ أَنْ
يُرَاعِي التَّرْتِيبَ الْمَنْقُولِ الْمُعْتَمَدِ بَلْ يَجِبُ عَلَى دَافِعِهِ أَنْ
يُرَاعِي التَّرْتِيبَ وَالتَّدْرِيجَ فِي الدَّفْعِ بِالْأَسْهَلِ فَالْأَسْهَلِ
كَمَا يُرَاعِيهِ دَافِعُ الصَّائِلِ وَقَالَ الْقَاضِي حُسَيْنٌ رَحِمَهُ اللَّهُ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَجُوزُ قَتْلُهُ ابْتِدَاءً إذَا عُرِفَ بِالْإِفْسَادِ
قِيَاسًا عَلَى الْفَوَاسِقِ الْخَمْسَةِ نَعَمْ يَجُوزُ قَتْلُهُ عَلَى
الْأَوَّلِ الْمُعْتَمَدِ فِي صُورَةٍ وَهِيَ مَا إذَا أَخَذَ شَيْئًا
وَهَرَبَ وَغَلَبَ عَلَى الظَّنِّ أَنَّهُ لَا يُدْرِكُهُ فَلَهُ رَمْيُهُ بِنَحْوِ سَهْمٍ
لِيُعَوِّقَهُ عَنْ الْهَرَبِ وَإِنْ أَدَّى إلَى قَتْلِهِ وَمَحَلُّهُ إنْ لَمْ
يَكُنْ أُنْثَى حَامِلًا وَإِلَّا لَمْ يَجُزْ رَمْيُهَا مُطْلَقًا رِعَايَةً
لِحَمْلِهَا إذْ هُوَ مُحْتَرَمٌ لَمْ يَقَعْ مِنْهُ جِنَايَةٌ فَلَا يُهْدَرُ
بِجِنَايَةِ غَيْرِهِ.
Artinya:
“Imam Ibnu Hajar al-Haitami ditanya tentang beberapa masalah
yang berkaitan dengan kucing. Bagaimana hasilnya?. Beliau menjawab yang
kesimpulannya adalah tidak diperbolehkan membunuh kucing walaupun kucing
tersebut meresahkan sebagaimana pendapat mu’tamad. Namun, cara menghindari
kucing tersebut harus bertahap dari cara yang paling ringan, kemudian semakin
berat, semakin berat sebagaimana pada bab perlawanan terhadap perampas harta.
Menurut Al-Qadli Husain, boleh membunuh kucing jika memang diketahui sudah
meresahkan. Hal ini disamakan dengan hewan fasiq yang lima. Diperbolehkannya
membunuh kucing, jika mengacu pada pendapat kuat yang pertama terjadi dalam satu
kasus, yaitu apabila kucing mengambil satu barang, ia lari dan patut diduga
kucing tersebut tidak akan ditemukan lagi, maka boleh dilempar misalnya dengan
anak panah supaya bisa menghalangi dia dari pelarian walaupun mengakibatkan
kematian. Meskipun begitu, jika memang kucing tidak sedang bunting. Kalau sedang
bunting, tidak boleh dilempar secara mutlak karena menjaga kehamilannya, sebab
ia dimuliakan. Anaknya
tidak melakukan kriminal, darahnya anak tidak boleh
ditumpahkan sebab kriminalitas hewan lain”
(Ibnu Hajar al-Haitami, Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra,
[Al-Maktabah al-Islamiyah], juz 4, hlm. 240)
Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan, menurut pendapat
mu’tamad, membunuh kucing tidak diperbolehkan kecuali dalam keadaan darurat
sedangkan kucing juga tidak sedang hamil. Wallahu a’lam. Ustadz Ahmad Mundzir,
pengajar di Pesantren Raudhatul Quran an-Nasimiyyah, Semarang
Sumber Artikel:NUonline
Penulis Salinan; Rachmat.M,M,a
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين
author;
Rachmat Machmud. Flimban

Posting Komentar
Luangkan waktu untuk memberikan Saran atau masukkan atau komentar Anda! Semoga Artikel-artikel yang kami publikasihkan dapat bermanfaat.........
Berkomentarlah dengan bijak dan sopan, marilah kita budayakan bertutur kata yang baik dan saling menghormati, mohon maaf bila komentar anda tidak memenuhi kriteria tersebut akan di hapus. Bila anda ingin memberikan saran, kritik,masukan yang membangun, dan memberi tambahan materi bila ada kekurangan pada artikel yang sedang di bahas dengan senang hati , saya persilahkan. Terimakasih.